Jumat, 26 Juli 2013
Kisah Sandal Jepit
Lombok, dahulu kala hiduplah seorang Raja. Baginda Raja memiliki sepasang lelampak (sandal) dari lendong kao (kulit kerbau). Sandal kanan berasal dari kulit kerbau jantan dan sandal kiri berasal dari kulit kerbau betina.
Kedua sandal itu merupakan suami istri. Sang suami disebut Papuq mame (nenek laki-laki), sedang sang istri disebut Papuq Ki ne (nenek perempuan). Karena takdir Tuhan Yang Maha Kuasa, sepasang lelampak itu bisa bercakap-cakap, walaupun percakapan mereka hanya bisa didengar dan dimengerti oleh mereka berdua.
Pada suatu malam, Baginda Raja melepas lelampak itu dan meletakkannya di bawah tempat tidur. Jika telah dilepaskan oleh Baginda Raja, sepasang lampak itu mulai khawatir. Lebih-lebih jika sedang musim hujan, Baginda Raja selalu menggunakan lelampak itu kemanapun beliau pergi. Menurut beliau, lelampak lendong kao inilah yang dipandang paling kuat dan paling tahan terhadap air. Oleh sebab itu Baginda selalu memakainya dan sangar menyayanginya.
Setiap malam, jika lelampak itu telah dilepas dan diletakkan di bawah kolong tempat tidur, datanglah seekor tikus yang mengintipnya. Maklumlah, kulit binatang apa saja yang baru terendam air akan mengeluarkan bau yang sangat digemari oleh tikus. Hal inilah yang sangat dikhawatirkan oleh lelampak jantan.
“Puqen!” demikian biasanya lelampak jantan memanggil istrinya.
“Ya…!” sahut lelampak betina.
“Jika begini terus keadaannya setiap malam selalu terus diintip oleh tikus yang kelaparan itu, akhirnya kita akan menjadi mangsanya. Bagaimana kalau kita memohon kepada Yang Maha Kuasa agar kita dijadikan sepasang tikus?”
“Jika kemauanmu begitu aku menurut saja” jawab istrinya
“Kalau demikian, mari kita berdoa bersama agar Tuhan menjadikan kita sepasang tikus. Kalau kita menjadi tikus, tikus-tikus yang lain pasti tidak berani mengganggu kita. Dengan demikian semua sisa-sisa makanan yang ada di dapur istana dapat kita kuasai berdua.”
Mereka pun mulai berdoa.
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami sepasang tikus…”
Atas kekuasaan Tuhan, sepasang lelampak itu berubah menjadi dua ekor tikus yang besar. Sepasang tikus itu sangat disegani oleh tikus-tikus yang lain. Apabila tikus-tikus lain mencari makan, maka dikejar-kejar oleh mereka. Begitulah kejadiannya setiap hari. Hal itu membuat Baginda Raja yang sedang tidur dengan permaisurinya sering terganggu karena gaduh yang dibuat oleh tikus-tikus itu. Baginda Raja kemudian mengutus pengawalnya untuk mencari kucing agar dapat menangkap tikus-tikus itu.
Cukup banyak kucing yang dilepas oleh pengawal di atas loteng. Sudah banyak pula tikus-tikus yang dimangsa kucing-kucing itu. Sepasang tikus besar penjelmaan lelampak itu pun mulai khawatir.
“Puqen… aku khawatir sekali dengan ganasnya kucing-kucing yang dilepas untuk menangkap kita. Kita pun nanti pasti dibunuhnya. Bagaimana pendapatmu jika kita memohon kepada Tuhan agar kita dijadikan kucing saja?” kata tikus jantan kepada istrinya.
“Terserah… aku hanya menurut saja” jawab istrinya.
“Jika demikian mari kita berdoa bersama agar kita menjadi sepasang kucing.”
Kali ini pun Tuhan mengabulkan permohonan mereka. Sepasang tikus itu kini berubah menjadi sepasang kucing. Di atas loteng, kucing-kucing lainnya diserang. Sementara tikus-tikus sudah tidak ada yang berkeliaran lagi. Sudah tidak ada lagi yang mengganggu Baginda Raja kala beliau sedang istirahat.
Sejak saat itu, sepasang kucing jelmaan itu sering keluar masuk kamar Baginda Raja. Sepasang kucing itu kini menjadi binatang kesayangan sang permaisuri karena bulunya yang bagus dan ekornya yang panjang.
Namun ada suatu hal yang menggelisahkan sepasang kucing itu. Jika Baginda Raja pergi berburu, yang selalu dibawa serta adalah anjing berburunya. Hal itu yang membuat sepasang kucing itu merasa iri. Mereka beranggapan menjadi anjing pemburu itu lebih enak.
Mereka kemudian bersepakat memohon kepada Tuhan agar dijadikan sepasang anjing pemburu yang disegani. Permohonan itu pun dikabulkan. Kini keduanya telah berubah menjadi sepasang anjing pemburu yang sangat gagah. Telah beberapa kali mereka bersama Baginda Raja pergi berburu ke hutan Sekaroh.
Suatu ketika, mereka berhasil menangkap dua ekor kijang besar. Setelah digigitnya, sang Raja lalu melepaskan anak panahnya sehingga kijang itu jatuh tergeletak ditanah. Betapa senang hati Baginda dan berjanji akan memberi kedua anjing pemburu itu daging menjangan.
Setelah cukup lama mereka menjadi sepasang anjing pemburu, mereka pun mulai mengeluh. Kesempatan keluar kandang kini jarang diperoleh. Mereka merasa dipingit, tidak bebas seperti anjing-anjing yang lain. Anjing jantan itu mengeluh pada istrinya.
“Istriku… makan dan minum kita memang terjamin, tetapi kebebasan kita seakan tergadai. Lagi pula kalau kita punya kesempatan keluar, anjing-anjing yang lain seperti iri dan memusuhi kita. Kalau berjumpa dengan manusia, ada saja yang memukul, melempar dan sebagainya. Bahkan, yang tidak senang kepada anjing kadang-kadang ingin membunuh kita…” kata anjing jantan itu.
“Puqen… bagaimana kalau kita memohon untuk dijadikan Raja saja?" sambung anjing jantan. “Bukankah Baginda Raja sudah tua dan sudah terlalu lama memerintah? Oleh karena itu, sebaiknya kita memohon kepada Tuhan agar kita menjadi manusia. Setelah itu kita dirikan Kerajan baru di tempat lain yang lebih besar dan megah dari Kerajaan ini.”
Seperti biasa istrinya selalu menurut saja atas rencana-rencana suaminya. Akhirnya, mereka berdoa kepada Tuhan agar dijadikan sepasang manusia. Permohonannya dikabulkan, merekapun berubah menjadi sepasang manusia suami istri.
Kemudian, di suatu tempat mereka mulai berusaha mencapai cita-citanya, yakni ingin menjadi raja besar yang menguasai seluruk Bumi Lombok. Mereka membangun sebuah istana yang mengah. Banyak orang yang menjadi pengikutnya. Keberadaan kerajaan baru itu sampai juga ke telinga Baginda Raja lama, dan terdengar desas-desus bahwa kerajaan baru itu akan menyerangnya.
Berita yang merisaukan Baginda Raja lama memang benar-benar terbukti setelah beliau memerintahkan para pengawalnya untuk menyelidiki kerajaan baru yang diperintah oleh seorang Raja yang bergelar Papuq Mame yang sedang menyiapkan penyerangan.
Baginda Raja kemudian memerintahkan untuk menyerang lebih dulu sebelum diserang oleh bala tentara, Papuq Mame. Akibat serangannya yang mendadak itu, Kerajaan Papuq Mame menjadi kacau balau, pasukannya kocar kacir, terburai melarikan diri. Untunglah Papuq Mame tidak sampai terbunuh. Ia dan istrinya bersembunyi di hutan menyelamatkan diri.
Papuq Mame menjadi sakit hati karena kekalahannya itu. Istrinya menyarankan sebaiknya mereka menyamar sebagai orang biasa dan mengabdi kepada kerajaan yang lama. Namun sang suami tak menyetujui usul itu, dan ia mendesak istrinya agar menyetujui usulnya memohon kepada Tuhan agar mereka bisa dijadikan Tuhan.
Dengan terpaksa sang istri menyetujui kekerasan hati suaminya. Keduanya kemudian menengadahkan tangan, memohon kepada Tuhan.
“Ya, Tuhan… jadikanlah kami sepasang Tuhan…!” namun begitu kalimatnya selesai, seketika Papuq Mame dan istrinya berubah kembali ke asalnya yaitu sepasang sandal (Lelampak Lendong Kao).
Permintaan mereka menjadi Tuhan memang sangat keterlaluan sekali. Akibatnya mereka jadi rugi sendiri. Demikianlah dongeng yang memberikan pelajaran kepada kita bahwa orang yang tamak (serakah) akan mendapatkan kerugian akibat keserakahannya. Keberhasilan sebaiknya diperoleh dengan kerja keras bukan hanya berkhayal.
0 komentar:
Posting Komentar